Kisah Teladan Abu Bakar Ash-Shiddiq

Kisah Teladan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Khalifah Pertama Umat Islam & Sahabat Terbaik Nabi Muhammad Saw.

Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq (أبو بكر الصديق‎) adalah khalifah pertama umat Islam, sahabat terbaik Nabi Muhammad Saw, dan orang dewasa pertama yang masuk Islam selain Khadijah (istri Rasulullah Saw).

Abu Bakar diberi gelar Ash-Shiddiq karena sikapnya yang selalu membenarkan apa pun yang disampaikan Rasulullah Saw, termasuk membenarkan kisah Isra Mi'raj.

Abu Bakar menjadi pemimpin kaum Muslim setelah Rasulullah wafat. Ia memimpin kaum Muslim dalam kurun waktu 8 Juni 632 – 23 Agustus 634 (2 tahun, 76 hari).

Makamannya di Masjid Nabawi, Madinah, berdampingan dengan makam Rasulullah Saw dan Umar bin Khattab.

Abu Bakar juga merupakan mertua Rasul. Putrinya, Aisyah, menikah dengan Rasullah.

Nama lengkapnya 'Abdullah bin Abu Quhafah (عبد الله بن أبي قحافة‎). Beliau wafat tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H.

Sebagai pemeluk awal Islam, Abu Bakar telah mengambil berbagai paling peran besar dalam fase awal sejarah dakwah Islam bersama Rasulullah Saw.

Abu Bakar Ash-Shiddiq
Melalui ajakannya, Abu Bakar berhasil mengislamkan banyak orang yang di kemudian hari menjadi tokoh-tokoh penting dalam sejarah Islam, di antaranya Utsman bin 'Affan yang kemudian menjadi khalifah ketiga setelah Umar bin Khattab.

Abu Bakar satu-satunya teman Rasul saat berlindung di Gua Tsur dari kejaran kafirin Quraisy.

Beliau juga turut serta dalam berbagai perang seperti Perang Badar (624 M/2 H) dan Perang Uhud (625 M/3 H).

Kedekatan dan kesetiaannya pada Nabi Muhammad merupakan satu hal yang sangat melekat pada diri Abu Bakar, utamanya terlihat saat mendampingi Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dan kepatuhannya dalam menerima keputusan Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah, meski banyak sahabat Nabi kala itu tidak menyepakati perjanjian tersebut karena dipandang berat sebelah.

Abdul Ka'bah, Abdullah, dan Abu Bakar

Nama asli Abu Bakar adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'). Setelah masuk Islam, diubah oleh Nabi menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah').

Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy.

Bertemu nasabnya dengan nabi pada kakeknya bernama Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay dan ibu dari Abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.

Ayah Abu Bakar bernama Uthman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan ibunya bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair).

Abu Bakar menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta.

Pada masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan dengan unta dan kambing, dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu Bakar" yang berarti, "bapaknya unta".

Abu Bakar juga berarti ‘ayah si gadis’, yaitu ayah dari gadis bernama Aisyah yang kemudian menjadi istri Nabi Muhammad SAW.

Ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan meminta Abu Bakar berdoa kepada berhala.

Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang membutuhkan pakaian, berikanlah kepadaku pakaian".

Berhala bergeming, tidak menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa kepada berhala lainnya dan mengatakan "Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan yang lezat, lihatlah aku sangat lapar".

Berhala itu masih tidak memberikan jawaban apa pun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan, kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada berhala tersebut.

"Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan mengarahkannya kepadamu, kalau kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu sendiri".

Abu Bakar lalu melemparkan batu tersebut ke arah berhala dan meninggalkan Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi datang ke Ka'bah untuk menyembah berhala-berhala di Ka'bah.

Memeluk Islam

Setelah kembali dari sebuah perjalanan bisnis, Abu Bakar mendapatan kabar kenabian Muhamad Saw.

Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah menyebutkan, Abu Bakar adalah pria dewasa pertama yang masuk Islam.

Wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa.

Dalam kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak oleh Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari Aisyah, ia berkata:

Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata:

"Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?"

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah."

Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam.

Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia.

Abu Bakar lalu menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam.

Bersama Nabi Saw

Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup bersama Abu Bakar.  Usia Abu Bakar lebih muda 2 tahun 1 bulan daripada Nabi Muhammad.

Abu Bakar dikenal banyak membebaskan para budak dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah.

Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya.

Ibnu Hisyam dalam kitab Shirah Nabawiyahnya mencatat, Abu Bakar sangat dekat dengan Rasulullah. Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya.

Dalam perjalanan hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW dan Abu Bakar bersembunyi di sebuah gua yang dikenal dengan nama Gua Tsur, di puncak Jabal (bukit) Tsur Kota Makkah, sekitar 7 KM dari Masjidil Haram.

Nabi dan Abu Bakar sembunyi di Gua Tsur untuk menghindari kejaran kafir Quraisy.

Ketika sampai di mulut gua, Abu Bakar berkata, “Demi Allah, janganlah Anda masuk ke dalam gua ini sampai aku yang memasukinya terlebih dahulu. Kalau ada sesuatu (yang jelek), maka akulah yang mendapatkannya bukan Anda”.

Abu Bakar masuk lalu membersihkan gua tersebut. Abu Bakar tutup lubang-lubang di gua dengan kainnya, karena ia khawatir jika ada hewan yang membahayakan Rasulullah, hingga tersisalah dua lubang, yang nanti bisa ia tutupi dengan kedua kakinya.

Setelah itu, Abu Bakar mempersilakan Rasulullah masuk ke dalam gua. Rasulullah pun masuk dan tertidur di pangkuan Abu Bakar.

Ketika Rasulullah istirahat, tiba-tiba seekor hewan menggigit kaki Abu Bakar. Ia menahan dirinya untuk tidak bergerak menahan gigitan hewan itu (riwayat lain menyebut seekor ular).

Abu bakar berusaha sekuat tenaga menahan sakit, karena tidak ingin membangunkan Rasulullah dari istirahatnya.
Baca juga :3 Cara Jihad Memerangi Yahudi Israel

Namun, Abu Bakar adalah manusia biasa. Rasa sakit akibat sengatan hewan itu membuat air matanya menetes dan terjatuh di wajah Rasulullah.

Sang kekasih Allah pun terbangun, kemudian bertanya, “Apa yang menimpamu wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “Aku disengat sesuatu”.

Kemudian Rasulullah mengobatinya. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi mengobati Abu Bakar dengan ludah beliau.

Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya.

Ketika Nabi Saw sakit keras, beliau memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat berjama’ah. Dalam Shahihain, dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha ia berkata, “Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sakit menjelang wafat, Bilal datang meminta izin untuk memulai shalat.

Rasulullah bersabda: ‘Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam dan shalatlah’. ‘Aisyah berkata, ‘Abu Bakar itu orang yang terlalu lembut, kalau ia mengimami shalat, ia mudah menangis. Jika ia menggantikan posisimu, ia akan mudah menangis sehingga sulit menyelesaikan bacaan Qur’an.

Nabi tetap berkata: ‘Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam dan shalatlah’. ‘Aisyah lalu berkata hal yang sama, Rasulullah pun mengatakan hal yang sama lagi, sampai ketiga atau keempat kalinya Rasulullah berkata, ‘Sesungguhnya kalian itu (wanita) seperti para wanita pada kisah Yusuf, perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam dan shalatlah’.”

Oleh karena itu Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu berkata, “Apakah kalian tidak ridha kepada Abu Bakar dalam masalah dunia, padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah ridha kepadanya dalam masalah agama?”

Juga diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata kepadaku ketika beliau sakit, panggilah Abu Bakar dan saudaramu agar aku dapat menulis surat. Karena aku khawatir akan ada orang yang berkeinginan lain (dalam masalah khilafah) sehingga ia berkata: ‘Aku lebih berhak'.

Umar bin Khathab r.a. suatu ketika berceramah di atas mimbar. Beliau berkata, “Ketahuilah, sungguh manusia yang paling utama dari umat ini setelah Nabi SAW adalah Abu Bakar. Barangsiapa mengatakan yang tidak seperti ini, ia adalah pendusta, dan baginya apa yang berlaku bagi pendusta!”

Jadi Khalifah

Segera setelah Rasul wafat, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.

Hanya kaum Syi'ah yang menentang. Syi'ah percaya seharusnya Ali bin Abi Thalib yang menjadi khaifah.

Ali sendiri menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan).

Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Manusia yang paling baik dari umat ini setelah Nabi SAW adalah Abu Bakar dan Umar.”

Beliau juga mengatakan bahwa orang yang paling besar pahalanya atas keberadaan mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Karena beliaulah orang pertama yang menghimpun naskah-naskah ayat-ayat Al-Qur’an menjadi sebuah mushaf.

Sumber: The Biography Of Abu Bakr As Siddeeq by Dr. Ali Muhammad As-Sallaabee (Published 2007); al-Bidayah wa'an-Nihayah 3/26; Shahihain; Ibnu Hisyah, Sirrah Nabawiyah; Wikipedia.*

0 Comments