Pengertian Jumud yang Menyebabkan Kemunduran Umat Islam

Jumud artinya beku, statis (KBBI).

Pengertian Jumud yang Menyebabkan Kemunduran Umat Islam

Jumud adalah sikap batin yang menjadikan pandangan terpaku pada sesuatu disertai upaya keras mempertahankannya kendati perubahan dibutuhkan. Jumuddapat diibaratkan air yang tergenang lama dan tidak mengalir.

Pada praktiknya, jumud adalah sikap tertutup, mandeg, dan tidak mau berubah atau enggan mengapresiasi pemikiran baru.

Kaum Kafir Quraisy dan kaum yahudi menolak Islam karena jumud. Mereka tidak mau berubah. Mereka hanya mau mengikuti tradisi leluhuh dengan menyembah berhala.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَآأَنزَلَ اللهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَآأَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ أَوَلَوْكَانَ ءَابَآؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلاَ يَهْتَدُونَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah Azza wa Jalla ,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?”. [QS. Al-Baqarah/2:170].

Muhammad Abduh memiliki pandangan, hal yang menyebabkan terjadinya kemunduran yang "kolot"atau tidak maju dalam umat Islam diakibatkan pada umat Islam yang memiliki pemahaman Jumud.

Sikap Jumud umat Islam yang berpegang teguh pada tradisi menyebabkan kebodohan yang timbul di kalangan masyarakat untuk dapat di perintah – perintah oleh orang yang memiliki pengaruh besar seperti syekh , wali , kyai-- dengan kepatuhan yang membuta pada zaman dahulu.

Imam Syihab al-Din al-Qarafi (w.1285 M), ahli hukum besar dalam mazhab Maliki, dalam bukunya yang terkenal, al-Furuq, menyampaikan pandangannya yang sangat kritis:

فَمَهْمَا تَجَدَّدَ فِى الْعُرْفِ اِعْتَبِرْهُ، وَمَهْمَا سَقَطَتْ أَسْقِطْهُ، وَلَا تَجْمُدْ عَلَى الْمَسْطُورِ فِى الْكُتُبِ طُولَ عُمْرِكَ، بَلْ اِذَا جَاءَكَ رَجُلٌ مِنْ غَيْرِ إِقْلِيِمِكَ يَسْتَفْتِيكَ لَا تُجْرِهِ عَلَى عُرْفِ بَلَدِكَ وَاسْأَلهُ عَنْ عُرْفِ بَلَدِهِ وَأَفْتِهِ بِهِ دُونَ عُرْفِ بَلَدِكَ وَالمْقُرَّرِ فِى كُتُبِكَ. فَهَذَا هُوَ الْحَقُّ الْوَاضِحُ، وَالجْمُودُ عَلَى الْمَنْقُولَاتِ أَبَداً ضَلَالٌ فِى الدِّينِ وَجَهْلٌ بِمَقَاصِدِ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِينَ وَالسَّلَفِ الْمَاضِينَ. ( الفروق، ج. 1، ص 176-177(.
Manakala tradisi telah terbarui, ambillah; jika ia digugurkan (dibatalkan), guguranlah (batalkan). Janganlah kamu bersikap kaku terhadap sumber-sumber tertulis dalam buku-bukumu sepanjang hidupmu. Jika ada seseorang datang kepadamu dari negeri lain dengan maksud meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu sampaikan fatwa berdasarkan tradisi negerimu. Bertanyalah lebih dulu tentang tradisinya, dan berikanlah fatwa berdasarkan tradisinya, bukan tradisimu dan bukan pula menurut yang ada di buku-bukumu. Ini adalah cara yang benar dan jelas. Bersikap jumud terhadap nukilan-nukilan selamanya adalah kesesatan dalam agama dan kebodohan akan ulama kaum muslimin dan para salaf terdahulu. (al-Qarafi, al-Furuq, I/176-177).

Para kiai di pesantren punya sikap yang menarik sekaligus bijaksana:

الْمُحَافَظَةُ عَلَى الْقَدِيمِ الصَّالَحِ وَالْأَخْذُ بِالْجَدِيدِ اْلأَصْلَحِ
Menjaga pandangan lama yang [masih] baik dan mengapresiasi yang baru yang lebih baik.
Sumber: Lawaamii’ al-Hikmah ‘Pendar-pendar Kebijaksanaan’

Dalil Jangan Fanatik & Taklid Buta 
Surah Al Isra:36


وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولً


Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al Isra:36).*

0 Comments