2 Alasan Utama Khotbah Jumat Harus Singkat

Rasulullah Saw ”menyindir” khotib yang suka berlama-lama dalam khutbah Jumat sebagai orang yang ”tidak paham agama”. Khotbah Jumat Harus Singkat.

2 Alasan Utama Khotbah Jumat Harus Singkat

SALAH satu protokol kesehatan masjid saat pandemi Covid-19 adalah khotbah jumat harus ringkas, tidak boleh lama-lama atau panjang lebar.

Hal ini agar kerumunan jamaah shalat Jumat segera terurai (bubar).

Sebenarnya, sebelum ada protokol kesehatan atau new normal di masjid, khotbah Jumat memang harusnya ringkas, singkat, tidak berlama-lama atau berpanjang lebar.

Khutbah Jumat singkat itu disyariatkan atau diperintahkan oleh Rasulullah Saw. Selain itu, pidato atau ceramah yang lama, panjang, tidak efektif.

Khotib terlalu bertele-tele, tidak fokus, dan "ingin menyampaikan banyak hal dalam satu kesempatan".

Alasan Utama Khotbah Jumat Harus Singkat

Khutbah Jumat harus ringkas, baik ditinjau dari segi agama (syar'i) maupun segi ilmu komunikasi (public speaking).

1. Anjuran Rasulullah Saw

Para khotib disunahkan memendekkan khotbahnya atau tidak berlama-lama, berpanjang-panjang, apalagi bertele-tele dalam khutbah.

Khotbah panjang akan menyebabkan bahasan (tema, materi khotbah) melebar ke mana-mana alias tidak fokus.

Rasulullah Saw bahkan ”menyindir” khotib yang berlama-lama dalam khotbah sebagai orang yang ”tidak paham agama”.

Diriwayatkan dari Amar bin Yasir r.a., dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya lamanya shalat dan pendeknya khotbah seseorang, adalah pertanda kepahamannya (dalam urusan agama). Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khotbah!” (HR. Ahmad dan Muslim).

"Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (HR Abu Dawud).

Imam Abu Hanifah berkata: ”Sepantasnya seorang imam berkhotbah dengan khotbah yang sebentar (ringkas). Imam membuka khotbahnya dengan hamdallah, memuji-Nya berulang-ulang, membaca syahadat, bershalawat atas Nabi Saw, memberi nasihat, mengingatkan, membaca surat (Al-Qur’an). Lalu duduk dengan duduk sebentar, lalu bangkit, lalu berkhotbah lagi: membaca hamdallah, memuji-Nya berulang-ulang, bershalawat atas Nabi Saw, dan mendo’akan mukminin dan mukminat.”

Imam Syafi’i berkata, ”Aku menyukai imam berkhotbah dengan (membaca) hamdallah, shalawat atas Rasul-Nya, nasihat, bacaan (ayat Al-Qur’an), dan tidak lebih dari itu.” (Al-Umm).

2. Teori Public Speaking

Mengutip laman romeltea.com, dalam perspektif komunikasi, khususnya public speaking, pembicaraan panjang –apalagi monoton dan tidak fokus, sangat tidak efektif, sulit dipahami, dan tidak disukai jamaah (audiens).

Akibatnya, komunikasi pun bisa gagal; pesan tidak sampai kepada khalayak. Jadinya, khotbah berlama-lama bisa ”mubazir” karena jamaah tidak sanggup menyerap materi yang disampaikan, bahkan mereka mengantuk dan tertidur.

Para ahli public speaking mengingatkan, kesalahan terburuk public speaker (penceramah, khotib) adalah berbicara terlalu lama (one of the worst mistakes you can make as a public speaker is talking too long).

"Be Brief in Public Speaking,” ujar Stephen D. Boyd, Ph.D., guru besar “speech communication” di Northern Kentucky University, USA, dalam tulisannya “Be Brief in Public Speaking” di situs School for Champions.

"Berabad lalu, pembicara hebat sering berbicara dua jam atau lebih. Tapi kini… audiens lebih suka pembicaraan singkat, to the point, mudah dimengerti. Maka… berbicaralah dalam kalimat pendek, frase pendek, dan kata-kata pendek pula,” imbuhnya.

"Be Brief When Giving a Speech!” Ron Kurus memperkuatnya.

Demikian dua alasan khutbah Jumat harus singkat.

Rasulullah sudah lebih dulu mengemukakan teori "bicara ringkas dan efektif" sebelum para pakar komunikasi muncul.

Pembicaraan pendek, juga tulisan pendek, lebih disukai dan lebih mudah dipahami, ketimbang pembicaraan dan tulisan panjang yang bertele-tele. Wallahu a'lam (Warnaislam)

0 Comments