Panduan Puasa Ramadhan sesuai Al-Quran dan Sunah Rasul

Panduan Puasa Ramadhan sesuai Al-Quran dan Sunah Rasul
Panduan Puasa Ramadhan sesuai Al-Quran dan Sunah Rasul - Praktis, Ringkas, Lengkap!

Berikut ini Panduan Puasa Ramadhan sesuai Al-Quran dan Sunah Rasulullah Saw, mulai dari Rukun Puasa hingga Yang Membatalkan dan Tujuan Puasa -- mencapai takwa.

RUKUN PUASA
Rukun Puasa Ramadan ada dua, yakni niat dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa.
  1. Niat puasa sejak malam hari –sebelum masuk waktu fajar/subuh. 
  2. Menahan makan, minum, dan jima’ pada siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. 
“Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, lalu sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (QS. Al-Baqarah:187).

“Barangsiapa yang tidak beniat (puasa Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya”(HR. Abu Dawud).

YANG WAJIB PUASA

Orang yang diwajibkan puasa Ramadhan adalah setiap orang beriman (lelaki dan wanita) yang sudah baligh/dewasa dan sehat akal/sadar.
  1. Orang beriman (Muslim/Muslimah) 
  2. Aqil Baligh/mukallaf/dewasa. 
  3. Sehat/waras/sadar /tidak gila. 

“Telah diangkat pena (kewajiban syar’i/taklif) dari tiga golongan: dari orang gila sehingga dia sembuh, dari orang tidur sehingga bangun, dan dari anak-anak sampai ia bermimpi/dewasa” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).

YANG DILARANG PUASA

Yang dilarang puasa adalah wanita yang sedang haidh sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan puasanya. Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama dalam haidh.

“Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra. ia berkata, saat kami haidh pada masa Rasulullah Saw, kami dilarang puasa dan diperintahkan mengqadhanya, dan kami tidak diperintah mengqadha shalat”(HR Bukhari-Muslim).

YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK TIDAK PUASA

Orang beriman yang dibolehkan untuk tidak puasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha pada bulan lain, ialah:
1. Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
2. Orang yang bepergian (musafir). 

Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa. 

Orang mukmin yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena:
  1. Umurnya sangat tua dan lemah. 
  2. Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya. 
  3. Karena hamil dan khawatir akan kesehatan dirinya. 
  4. Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh. 
  5. Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan. 

“Siapa saja yang sakit atau dalam musafir (bolehlah ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain…” (QS. Al-Baqarah:185.)

“Maka ditetapkanlah kewajiban puasa bagi setiap orang yang mukim dan sehat dan diberi rukhsah (keringanan) untuk orang yang sakit dan bermusafir dan ditetapkan cukup memberi makan orang miskin bagi orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu puasa” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al-Baihaqi).

“Wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila khawatir atas kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak puasa dan cukup membayar fidyah memberi makan orang miskin “(HR. Abu Dawud).

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
  1. Sengaja makan dan minum pada siang hari. Bila terlupa makan dan minum pada siang hari, maka tidak membatalkan puasa. 
  2. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa. 
  3. Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka. 
  4. Dengan sengaja menyetubuhi istri pada siang hari Ramadhan, ini di samping puasanya batal ia terkena sanksi berupa memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin. 
  5. Datang bulan pada siang hari Ramadhan (sebelum waktu masuk Maghrib). 

“Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hal itu karena sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedang barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal)” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU PUASA
  1. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari. 
  2. Menta’khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh. 
  3. Berbekam pada siang hari. 
  4. Mencium, menggauli, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari. 
  5. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya. 
  6. Disuntik pada siang hari. 
  7. Mencicipi makanan asal tidak ditelan. 

ADAB-ADAB PUASA

1. Menyegerakan berbuka. 

2. Meneguk air dan berbuka dengan makanan kecil yang manis –Rosulullah biasa berbuka dengan kurma.

3. Makan sebelum sholat magrib. 

“Apabila makan malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib, janganlah mendahulukan shalat daripada makan malam itu (yang sudah terhidang)” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

4. Makan sahur. 
“Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah” (HR. Al-Bukhary). 

5. Shalat malam (tarawih). 

“Rasulullah saw tidak pernah shalat malam lebih dari sebelas raka’at baik bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, caranya: beliau shalat empat raka’at, jangan tanya baik dan panjangnya, lalu shalat lagi empat raka’at, jangan ditanya baik dan panjangnya, lalu shalat tiga raka’at (HR. Al-Bukhary, Muslim, dan lainnya).

6. Berusahalah untuk mencari Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir (HR. Muslim).

Rasulullah Saw mengamalkan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan (HR. Al-Bukhari dan Muslim). “Janganlah berbuat keji, jangan berteriak-teriak (bertengkar, marah-marah). Jika seorang memakinya sedang ia puasa maka hendaklah ia katakan: “Sesungguhnya saya sedang puasa” (HR Bukhori dan Muslim).

“Sungguh bau mulut orang yang sedang puasa itu lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat daripada kasturi” (HR Bukhori dan Muslim).

”Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan, jika ia berbuka ia gembira dengan bukanya dan bila ia berjumpa dengan Rabbnya ia gembira karena puasanya” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan amalan kebohongan, maka tidak ada bagi Allah hajat (untuk menerima) dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya” (HR. Jama’ah kecuali Muslim). Maksudnya, Allah tidak merasa perlu memberi pahala puasanya.

“Umrah di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan haji atau haji bersamaku” (HR. Muslim).
Demikian Panduan Puasa Ramadhan sesuai Al-Quran dan Sunah Rasul. 

Sumber: Al-Qur’anul Kariem, Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-Ashqolani, Shahih Bukhori dan Shahih Muslim, Tafsir Ibnu Katsier, Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq, Panduan Puasa Ramadhan - Dzulqarnain, dll. (Sumber).*

0 Comments