Puasa disebut Nabi Muhammad Saw sebagai pintu ibadah.Nabi bersabda “ Li kulli Syaiin Babun, wa Babul Ibadah as Shaumu”. Setiap segala sesuatu itu ada pintunya, dan pintu ibadah adalah puasa. (HR. Ibn Al-Mubarak dalam Az-zuhud )
Dalam telaah Sayyid Haidar Al-Amuly, penulis Asrarus Syariah wa Athwarul Thariqah wa Anwarul Haqiqah, puasa disebut sebagai pintu ibadah dikarenakan ia berfungsi terhadap dua hal.Pertama, puasa dapat mencegah sesuatu yang dilarang agama dan kedua, puasa adalah bentuk penyerangan terhadap godaan syaithan.
Puasa berpotensi mencegah hal-hal yang dilarang, mencegah diri dari nafsu syahwat dan bahwa puasa itu adalah ibadah eksklusif, yakni ibadah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah. Berbeda dengan shalat, zakat dan ibadah selain keduanya yang masih mungkin dilihat sesama, sehingga dikhawatirkan tersusupi perasaan bangga dan bertindak pamer.Padahal bukankah telah maklum, bahwa keduanya adalah penyebab utama tertolaknya suatu ibadah dan ketaatan.
Puasa adalah sebentuk penyerangan terhadap syaithan, sebagai musuh Allah dan kita semua. Disebut menyerang syaithan, karena ia tidak akan mampu menggoda manusia, kecuali dengan jalan pemenuhan nafsu syahwat. Nah, rasa lapar dan dahaga adalah upaya preventif untuk menaklukkan segala nafsu syahwat yang tidak lain adalah piranti syaithan untuk menggoda manusia.
Jika piranti ini ditiadakan, adalah menjadi niscaya pula hilangnya aktivitas godaan itu.Karena itu, Nabi Muhammad bersabda : “ Sesungguhnya syaithan itu menyusuri putra Adam, sebagaimana aliran darah, maka sempitkan alirannya dengan lapar”.
Dengan hadits ini, kita dapat memahami makna hakikat hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Saw pernah bersabda :
“Apabila bulan Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka dan pntu-pintu neraka ditutup. Syaithan-syaithan dibelenggu. Maka berserulah seorang penyeru : “Hai siapa yang menginginkan kebaikan datanglah! Dan siapa ingin (melakukan) kejahatan, cegalah dirimu! (H.R. Turmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Dari komparasi dua hadits di atas,kiranya telah jelas bahwa yang dimaksud syaithan dibelenggu, lebih mengena diartikan bahwa peluang dan piranti syaithan untuk menggoda manusia di bulan puasa Ramadhan benar- benar ditutup, dikendalikan dengan terapi lapar manusia yang berpuasa.Dengan ditutupnya peluang melakukan dosa bermakna neraka siksaan telah pula ditutup dan yang tinggal kemudian adalah bekerjanya nurani manusia untuk kembali pada jalan Allah yang membawanya menuju surga keridhaan Allah Ta’ala.
Semuanya kemudian kembali pada pribadi kita masing- masing untuk mengetuk dan mau membuka pintu ibadah ini.Kita sambut dan jemput dengan gempita peluang berharga yang dihadiahkan Allah Ta’ala ini, yang dengan puasa ini,ibadah- ibadah atau penghambaan yang lain menjadi terbuka dan mudah untuk dimakna dan dijalankan. (Pesantren Virtual).*
0 Comments